Notes about Selected Short Essay

I decided to add a new category in this blog that is "Selected Short Essay". The aim is simple, to publish my essay assignments on the web. It ranges from environmental issues, development issues, until tourism-leisure issues. Perhaps you will find something interesting, or even rubbish :p.

You can have it for personal and non-commercial uses (nevertheless, education/information is for all isn't it?). However, I really don't recommend you to use these essay, or even cite it, for your academic work (essay, paper, etc). The problem of citing these essay as your source is simple, how are you going to refer to it? Of course you also have option to give no citation/reference. Then it means you are a plagiat by so doing. And you know that plagiarism is an unforgiven sin hahahahhaha :). Respect others, respect yourself :).

Comments and discussions, instead, are warmly and eagerly welcome. You can say anything freely and then we can engage in an interesting opinion exchange :).

Friday, August 06, 2010

Redenominasi IDR: Jaka Sembung Bawa Golok!

Saya mencoba melihat isu redenominasi IDR ini dalam dua hal yaitu tujuan dan pembiayaannya. Berita tentang redenominasi bisa dilihat disini

1. Tujuan
Sejauh ini, dari baca2 sekilas, ada dua tujuan program:
1.a. Efisiensi
Opini para pendukung mengatakan redenominasi akan mengefisienkan proses pencatatan transaksi & memudahkan transaksi (CMIIW). Menurutku, pencatatan transaksi (pembukuan & akuntansi) tanpa ada ribut-ribut redenominasi sudah terbiasa melakukan penyingkatan beberapa nol seperti "dalam ribuan" atau "dalam jutaan". Nah, apa lagi yang hendak diefisiensikan?

Sedangkan alasan "memudahkan transaksi" dengan contoh kalau orang mau beli barang seharga 10 juta maka dia perlu bawa segepok pecahan 100rb, sedangkan melalui redenominasi (10jt menjadi 10rb) maka akan lebih mudah membawa uang tersebut (sic). Saya agak ngeri dengan logika berpikir ini.

Pertama, tersirat bahwa akan ada mata uang dengan nilai nominal yg lebih besar daripada yg ada sekarang. Gini, kalau sebelum redenominasi, maka pecahan terbesar adalah 100rb yg akan menjadi 100 setelah redenominasi kan? Nah, tanpa ada penambahan jenis pecahan yg bernilai lebih besar, maka pecahan 100 ini akan tetap menjadi pecahan terbesar. Kalau dulu untuk membayar 10 juta, kita harus membawa 100 lembar pecahan 100rb; maka setelah redenominasi, kita tetap harus membawa 100 lembar pecahan 100 (note: harga barang menjadi 10 ribu). Apa bedanya membawa 100 lembar uang sebelum dan sesudah redenominasi? Jelas tidak ada!

Lah tapi kan orang takut membawa pecahan uang yg besar seperti 100 ribu itu. Lah apa bedanya dengan membawa pecahan 100 setelah redenominasi? itu kan sama besarnya. Kalo ada yg nyopet, ya tetep aja kerugian kita senilai "100 ribu".

Yaah tetep aja "100" itu lebih dirasa kecil dibandingkan "100.000" toh? Itu karena kita terbiasa dengan pecahan saat ini. Kalau nanti tidak ada pecahan baru setelah redenominasi, tentu akan berubah. Pada masanya kita akan sama terbiasa melihat "100" sebagai pecahan besar. Sama seperti kalau kita ke eropa, merasa dag-dig-dug memegang pecahan euro sebesar "500" (atau bahkan juga "100"). Kalo kecopetan bisa nangis :D. Atau, kalau kita ke UK, akan sangat berhati-hati menjaga pecahan 50 pound (terbesar) yg ada di dompet karena yang terbiasa dibawa adalah pecahan 10, 5 atau 20.

Jadi, kelihatannya mereka mencoba berargumen tentang masa mendatang (setelah redenominasi) dengan situasi kekinian (sebelum). Jaka sembung pulang kampung (Gak nyambung dong).

Argumen bahwa setelah redenominasi transaksi akan lebih dimudahkan terutama untuk transaksi yang bernilai besar, sebenarnya menyiratkan rencana introduksi pecahan baru yang nilai intrisiknya lebih besar dibandingkan dengan pecahan 100.000 yg beredar saat ini! Bisa saja BI akan mengeluarkan pecahan 200 (200.000), 500 (500.000) atau bahkan 1000 (1jt). Pertanyaannya adalah, kenapa sih tidak mengeluarkan pecahan 200rb (dll) daripada membuat kebijakan redenominasi?

Saya duga, jawaban yang akan disodorkan adalah tentang "gengsi". Ok, kita bahas soal ini dibawah.

1.b. Gengsi
"Saya sering sedih saat ditanya kawan asing tentang berapa nilai tukar rupiah terhadap dollar. (Dan) kawan tersebut lalu menertawakan Rupiah kita karena satu dollar mendapatkan 9000Rp". GENGSI. Itu alasan yang sering saya dengar dalam diskusi tentang sanering. Gengsi.

Masygul hati saya mendengar alasan ini. Seolah-olah bangsa dan negara ini tidak memiliki permasalahan yang jauh lebih krusial dibandingkan mempertahankan "gengsi". Sebegitu mahalkah "gengsi" tersebut? Dan apakah itu bukan hanya "gengsi" perorangan?

Saya tidak akan berpanjang-lebar mencoba menjawab alasan "gengsi" karena "gengsi" adalah hal yang sangat subyektif. Pertanyaan saya adalah, maanfaat apa yang ingin dicapai melalui "gengsi" tersebut? Kedua, apa pembenaran (justifikasi) terhadap pembuatan kebijakan publik atas alasan yang sangat subyektif seperti "gengsi" diatas?

Ok. Sekarang kita masuk pada ranah pembiayaan.


2. Pembiayaan
Jumlah keseluruhan uang kertas dan logam yg beredar adalah 274,463 TRILYUN! Anggap saja tidak ada pertambahan jumlah, maka total setelah redenominasi adalah 274,463 Miliar. Anggap saja tidak ada pecahan dengan nilai intrinsik lebih besar dari 100.000 lama, dan mata uang baru hanya menggunakan pecahan terbesar (ini utk mempermudah perhitungan), maka jumlah lembar uang baru yang dibutuhkan sbb:

Jumlah uang baru = Jumlah uang beredar : pecahan terbesar
Q1 = 274.463.000.000 : 100
Q1 = 2.744.630.000 lembar (alias 2,744 miliar lembar)

Nah, berapa biaya untuk mencetaknya?

Anggap saja biayanya sama seperti saat BI mencetakan uang di Securency International (yg kemudian dibumbui isu suap itu). Saat itu, BI mencetak 500 juta lembar pecahan 100rb plastik dengan nilai kontrak 50 juta US$. Ini sekitar satu US$ untuk setiap 10 lembar atau 10c US$/lembar. Berapa biaya percetakan uang baru dengan menggunakan asumsi ini:

Total Biaya Percetakan = Q1 x Biaya per lembar
Total biaya = 2.744.630.000 x 0,1 US$ (alias 10c US$)
Total biaya = 274.463.000 US$ (alias 274,463 juta US$)
Total biaya = Rp. 2.744.630.000.000 (2,744 Trilyun IDR)

Ini HANYA kontrak percetakan. (Dan) ini mengasumsikan percetakan dengan pecahan setara pecahan terbesar saat ini. Lalu, bagaimana dengan biaya distribusi uang baru? biaya sosialisasi? biaya menarik dan menghancurkan mata uang lama? Dan aktivitas penggantian uang ini tidak hanya dilakukan didalam negeri, melainkan juga di luar negeri (ada biaya lagi bukan?) Realitanya, biaya-biaya ini bisa lebih mahal lagi, bahkan mungkin berkali lipat (i sincerely hope not though).

Mau dibiayai darimanakah ini? Sementara APBN kita selalu defisit dari tahun 2000-2008 (note tidak ada data 'official' dari SEKI utk tahun 2009-2010 di situs bi.go.id; kalau ada yg punya bisa tolong dibagikan?).

Apakah dengan utang baru?

Saya sadar bahwa logika utang baru di negari yang haus utang memang bukan barang aneh :(. Tetapi membenarkan suatu perilaku hanya karena perilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan, adalah hal yang sangat deceiving if not (logical) fallacy. Saya tidak akan masuk lebih jauh kedalam diskusi soal utang.

Sekarang apa perbandingan uang 2,744 Trilyun IDR tadi? Menurut RAPBN 2010 sbb (dalam trilyun Rp; prosentase terhadap biaya percetakan):
Menurut FUNGSI (selected):
Penelitian dasar & IPTEK: 1,4985 (54,6%)
Penanggulangan bencana: 0,3484 (12,69%)
Perdagangan, Koperasi & UKM: 1,5755 (57,4%)
Tenaga kerja: 1,3734 (50,04%)
Pertambangan: 1,5127 (55,11%)
Industri dan Konstruksi: 1,6267 (59,27%)
Telekomunikasi: 2,1897 (79,78%)
Manajemen limbah: 0,4772 (17,39%)
Pengembangan Perumahan: 1,3245 (48,26%)
Obat & perbekalan kesehatan: 1,4967 (54,53%)
Pelayanan kesehatan masy.: 3,4689 (126,39%, atau biaya percetakan setara 79,12% belanja PKM)
Kependudukan & kel. berencana: 0,6919 (25,21%)
(seluruh belanja) Pariwisata & budaya: 1,8313 (66,72%)
(seluruh belanja) perlindungan sosial: 3,2574 (118,68%, atau biaya percetakan setara 84,26% belajan perlindungan sosial)
Penyediaan air minum: 3,0177 (109,95%, atau biaya percetakan setara 90,95% belanja penyediaan air minum)
Konservasi SDA: 0,48296 (175,97%, atau atau biaya percetakan setara 56,83% belanja konservasi SDA)

Menurut ORGANISASI (selected):
Dep. Perindustrian: 1,6571 (60,38%)
Depbudpar: 1,3666 (49,79%)
Kemen Ristek: 0,6348 (23,13%)
Kemen LH: 0,4019 (14,64%)
Kemen Kop & UKM: 0,7339 (26,74%)
Kemen PP: 0,1329 (4,84%)
Kemen PAN: 0,1228 (4,47%)
Bappenas: 0,5583 (20,34%)
Perpustakaan Nas: 0,3417 (12,45%)
Badan Narkotika Nas: 0,2469 (9,00%)
Komnas HAM: 0,581 (2,12%)
LIPI: 0,4894 (17,83%)
BPPT: 0,534 (19,46%)
Depdag: 1,2332 (44,93%)
Kemen Pera: 0,9045 (32,96%)
Kemen Pora: 0,9839 (35,85%)
KPK: 0,3921 (14,29%)
Kom. Yudisial: 0,583 (2,12%)
BNP2TKI: 0,2528 (9,21%)

Menurut SUBSIDI:
Benih: 1,5635 (56,97%)
Obat Generik: 0,35 (12,75%; Note: data RAPBN-P 2009; RAPBN 2010 tidak ada alias nol besar)

Ingat, masih banyak lagi belanja RAPBN yang tidak saya cantumkan yang lebih 'murah' dibandingkan dengan biaya percetakan tersebut.

Mari kita tanyakan apakah sedemikian pentingnya program percetakan uang tersebut (yg tujuannya masih sangat sumir) dibandingkan dengan program-program seperti riset IPTEK, penanggulangan bencana, telekomunikasi, pengembangan perumahan rakyat, pariwisata & budaya, dll. Atau lebih pentingkah uang baru dibandingkan dengan departemen, kementerian dan komisi-komisi diatas? Lebih pentingkah dibandingkan subsidi benih dan obat generik?

Dan semua ini atas nama GENGSI? Jaka sembung bawa golok!!!

Bagi rakyat kecil seperti saya, lebih penting KPK atau Perpustakaan nasional atau LIPI atau BPPT atau BNP2TKI daripada program mempertahankan "gengsi" tersebut.
Lebih bergengsi manakah antara pemberantasan korupsi atau uang baru?
antara prestasi olah raga atau uang baru?
antara perumahan rakyat atau uang baru?

Oooh andai ada yang tahu cara berpikir para cerdas pandai yang mencetuskan program ini :(.

Menurut saya, program ini bukan prioritas penting saat ini. Maka, seyogyanya tidak dilakukan baik saat ini maupun in the near future!

And "testing the water" psikologis masyarakat kata kau? Sudah gaharu cendana pulak kau ini :).


Rerensi:
1. data SEKI & RAPBN diunduh dari situs www.bi.go.id
2. Common sense :D.